Kamis, 08 Mei 2008

Tentang Jilbab

Selasa, 12 Mei 1998
Hari pertama ke kantor pakai kerudung sepulang menunaikan ibadah Haji.Suatu peristiwa penting karena tak lagi mengenakan blouse lengan pendek atau rok sebatas dengkul. Selama menunaikan ibadah haji memang sudah ada niatan menutup aurat sepulang nanti,tapi kok gojag-gajeg. Adalah dik Indun teman sekantor yang kebetulan sama-sama berangkat haji tahun 1998 yang mengajak pakai jilbab. Dalam surat An Nisa memang dikatakan bahwa wajib hukumnya buat seorang muslimah mengenakan jilbab. Duh, kenapa berat ya Allah,kuatkanlah hatiku untuk mendapat Ridlo Mu.Tekadku sudah bulat blouse lengan pendek dan rok-rok yang sedengkul saya masukkan dalam plastik buat diberikan kepada yang berhak. Namun saya masih nawar, ah pake kerudung aja yah, toh mbak e yang duluan haji (temen kantor) masih berbusana biasa wae. Begitulah, dengan pakai bando lebih dulu aku pasang syal lantas dipakein jarum pentul , kedua ujung syal diikat dibawah dagu.Ya memang rambut bagian depan masih keliatan, kadang-kadang rambut kiwir-kiwir gak keruan pokoknya ribbett deh.
“Sepertinya tanggung, kenapa gak pake jilbab sekalian?” bujuk suami. Aku tak menyahut, suami berniat baik kok. Betul juga ya,apalagi rambut udah dua rupa, tapi sungguh yang kuingat surat An Nisa itu.
Ketika aku silaturahmi ke bu Yanti teman sekamar waktu ditanah suci, memberi bungkusan yang ternyata isinya syal dan ciput itu daleman sebelum pake jilbab. Serasa benar-benar telah menggedor nuraniku harus segera menutup aurat dengan apik.
Dengan nawaitu yang bulat tidak bisa ditawar-tawar lagi aku harus mengenakan jilbab.

Tidak ada komentar: